Sabtu, 07 Mei 2011

Membakar Masjid

Oleh : Fauz Noor

Kala itu Rasulullah sedang bersiap untuk pergi berjihad di jalan Allah, tepatnya hendak ke Tabuk. Tiba-tiba saja seseorang datang menghadap beliau, “Ya Rasul, kami sedang membangun mesjid guna menampung jamaah. Mereka memerlukan tempat berlindung dari hujan dan panas, dan tempat beribadah kepada Allah. Sudikah Tuan untuk shalat di Mesjid daerah kami.”

“Kami dalam persiapan untuk pergi. Insya Allah kalau nanti pulang, kami akan mampir dan shalat di Mesjid tempatmu itu.”

Nabi pun berangkat ke Tabuk. Kita tahu bahwa di Tabuk tidak terjadi peperangan. Kabar bahwa Kaisar Heraklius, yang waktu itu baru saja mengalahkan musuh bebuyutannya - Persia, akan mencaplok juga Syria adalah tidak benar. Nabi bersama pasukannya yang berjumlah tidak kurang dari 30.000 orang tinggal di disana selama dua puluh hari. Selama disana, Nabi tidak menyia-nyiakan waktu percuma. Beliau mengadakan perjanjian dengan kaum Kristiani dan Yahudi yang tinggal di puncak Teluk ‘Aqabah dan di sepanjang pesisir timur, dengan mewajibkan membayar upeti tahunan, balasannya mereka akan mendapatkan perlindungan dari kaum muslimin (dalam kata lain dengan tanda petik, “negara” Islam).

Dalam perjalanan pulang, Nabi berserta pasukannya singgah di daerah yang bernama Dzil-Awanin, wilayah yang sudah dekat dengan Madinah. Nabi ingat janji beliau untuk singgah ke sebuah Mesjid. Tapi waktu itu turun ayat Al-Quran, “Dan diantara orang munafik ada yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan kemadaratan (kepada orang-orang beriman) dan karena kekafiran, dan untuk memecah belah kaum mukmin. Mereka sebenarnya menunggu kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Benar mereka telah bersumpah, ‘Kami tidak menghendaki selain dari kebaikan semata’. Dan Allah-lah yang menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka adalah para pendusta. Dan janganlah engkau shalat di mesjid itu untuk selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas landasan taqwa sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya, di sana ada orang-orang yang ingin membersihkan diri dan Allah menyukai orang-orang yang yang membersihkan diri.”(Q.S. At-Taubah [9]: 107-108). Sepontan Nabi marah, lalu menyuruh Malik bin Dahsyan dan Ma’an bin Addy, “Kalian pergi ke Mesjid orang durhaka itu! Hancurkan dan bakarlah mesjid itu.”

Siapa-siapa saja dan apa saja taktik orang Munafik itu? Satu riwayat lain mengabarkan. Dari Ibnu Mardaweh dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, “Sekelompok orang Anshar membangun Mesjid. Seseorang diantara mereka bernama Abu Amir yang berkata, ‘Bangun terus mesjidmu itu, aku akan cari dana agar mesjid ini kuat, kokoh. Saya akan segera pergi ke Kaisar Roma.” Kemudian ia datang bersama bantuan dari Roma. Sampai ditempat dimana Mesjid sedang dibangun, mereka berencana untuk mengusir Nabi dan sahabat-sahabatnya. Setelah bangunan itu selesai, mereka datang menghadap Nabi dan meminta berkenan untuk shalat di sana.” (lihat, Jalaluddin As-Syuyuthi dalam Lubâbun-Nuzûl fî Asbâb An-Nuzûl).

Dari riwayat ini, terlihat jelas waktu itu adanya ancaman dari Kaisar Romawi. Namun taktik busuknya bukan dengan menaklukan Syria, sebab itu adalah kecil. Melainkan menghasut kaum Munafik dengan membangun mesjid dengan tujuan busuk yang ujung-ujungnya ingin mengusir Nabi Saw. dari Madinah. Namun Allah tahu niat kotor mereka, Dia pun selalu menjaga Nabi terkasih-Nya, mesjid itu tak rampung dalam maksudnya.

“Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya dengan taqwa kepada Allah dan ridha-Nya semata itu baik, ataukah orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh lalu mesjid itu jatuh bersama mereka ke dalam neraka jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (Q.S. At-Taubah [9]: 109).

Sejak zaman Nabi Saw. telah ada kaum munafik yang membangun mesjid dengan tujuan untuk menimbulkan kemadaratan (kepada orang-orang beriman) dan untuk memecah belah kaum mukminin. Tidak mustahil, bahkan mungkin sudah banyak terjadi, di zaman era internet ini ribuan mesjid Dlirar – demikian sebutan mesjid kaum Munafik itu – telah kokoh berdiri dan dengan mulus telah menjalankan segudang program yang terkesan indah padahal demi menghancurkan Islam, mesjid untuk peretemuan atau persembunyian para teroris misalnya.

Tentu saja, di zaman kita ini tak mudah menentukan mesjid Dlirar. Tapi, untuk tidak berhati-hati adalah bodoh. Hati-hatilah terhadap dana yang tak jelas yang berkedok sumbangan yang ujung-ujungnya ingin mendiktekan satu idiologi. Sejak dahulu, pembangunan Mesjid di negara kita selalu dari dana swadaya. Saya melihat, mentalitas inilah yang perlu kembali kita jaga agar tak muncul mesjid-mesjid Dlirar.

Barangkali, termasuk juga golongan mesjid Dlirar adalah mesjid yang dibangun hanya bermodal semangat syiar Islam yang semata bermental materialistik. Segenap usaha kita tumpahkan demi berdirinya mesjid mewah, bahkan kalau perlu dengan tidak malu menyetop kendaraan di jalan raya seperti biasa kita lihat semenjak tahun 90-an sampai detik ini. Namun justru kita tak memperdulikan faktor-faktor yang jauh lebih utama. Kita bangun mesjid hanya sebatas untuk ritual belaka, sedangkan upaya membangun masyarat yang sadar akan hak-haknya – baik secara sosial, budaya maupun potilik – justru malah dibengkalaikan. Dewasa ini, miris hati kita melihat satu Mesjid yang begitu mewah tapi masyarakat kampung sekitarnya banyak yang kekurangan gizi. Yang terjadi adalah menjadikan mesjid sebagai tujuan, bukan sebagai sarana untuk memakmurkan. Sungguh pemikiran yang salah kaprah dan tak sesuai dengan syari’at Nabi Muhammad Saw. “Dekati Aku diantara kaum miskin,” demikian ujaran satu hadits qudsi.

Di zaman Nabi, mesjid menjadi pusat segala-galanya, seperti dibahas secara jernih oleh Sidi Gazalba dalam satu bukunya Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Sekarang, yang terjadi mercusuar syai’ar Islam dengan mesjid-mesjid mentereng tapi tak membumi dalam fungsi. Mesjid kokoh bertengger, tapi umat menjerit lapar. Tak jarang juga untuk jamaah shalat subuh, hanya diisi oleh tiga atau empat orang jamaah. Akankah fakta ini kita biarkan saja?

Barangkali, kalau Malik bin Dahsyan dan Ma’an bin Addy masih hidup sekarang ini, tangannya sudah gatal ingin membakar ribuan Mesjid Dlirar. Tapi, yakinlah mereka berdua orang shalih yang tak mungkin arogan.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More