PKD PMII KOMISARIAT UIN SGD BANDUNG

Pelatihan Kader Dasar Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia Komisariat UIN SGD BANDUNG

Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik

Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik oleh Lembaga Pengembangan Pers dan Jurnalistik Pergerakan Islam Indonesia Komisariat UIN SGD BANDUNG, baca selengkapnya

Kabar Rayon

Bagi sahabat-sahabat Rayon Komisariat UIN SGD Bandung yang ingin mengirimkan tulisan, salam, ktirik dan saran ataupun sekedar Publikasi kegiatan bisa post informasi di blog ini. Selengkapnya...

Photo-photo Aksi

Tangan terkepal..dan Maju ke muka, LAWAN!!!

Kebersamaan Warga Pergerakan

Photo bareng panitia dan peserta saat berlangsungnya acara Pelatihan Kader Dasar PMII Komisariat UIN SGD Bandung
Tampilkan postingan dengan label PENA News. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PENA News. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 November 2010

SALAM PENA



Penaku…tertulis menerobos dibalik realitas,
Menggores kebenaran merajit fakta (em.billa)

Dengan tanpa mengesampingkan sederetan teori dan metode penelitian media, sebenarnya literasi media hanya masalah kebiasaan saja. Kebiasaan menonton dan mengkonsumsi media idealnya diiringi dengan pembiasaan untuk mencermati, menganalisis maksud dari tayangan media tersebut. Meskipun seseorang memiliki kemampuan atau pengetahuan yang memadai untuk menjadi media-watcher, belum tentu ia mau untuk mengkritisi media.

Hal yang menarik untuk dijadikan renungan adalah budaya literasi media di kalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa Kader PMII. Dikatakan menarik karena fokus studi mereka adalah wacana dan kritis akademik juga kepekaan sosial. Sejak awal hingga akhir, mereka mendapatkan banyak wacana dan informasi tentang segala aspek sosial. Mereka pula yang secara intens mengamati, mengkaji dan menemukan fakta tentang wacana dalam lingkungannya. Sayangnya, tingkat literasi wacana yang mereka miliki hanya disimpan untuk diri mereka sendiri. Mereka tahu bahwa banyak hal yang bisa dan harus mereka kritisi dari lingkungan mereka, tetapi yang terjadi justru sikap pembiaran. Bukti konkretnya adalah masih minimnya, untuk tidak mengatakan tidak ada.

Mungkin karena mereka berada dalam lingkungan sama dan menganggap yang lain juga tahu apa ia ketahui. Sehingga mahasiswa merasa tidak perlu menyampaikan sikap kritis mereka atas media, alih-alih menuliskan gagasan mereka ke media.

Pembiaran yang terjadi berulang kali membuat mahasiswa menganggap pesan-pesan negatif di media adalah hal biasa dan lumrah. Pada akhirnya yang terjadi adalah berkurangnya tingkat sensitivitas (desensitization) terhadap pesan negatif media. Inilah yang kemudian menjadi sebab hilangnya nalar kritis mahasiswa atas fenomena sosial yang terjadi di sekelilingnya.

Kenyataan berbicara bahwa mahasiswa tidak terbiasa melakukan komunikasi tertulis. Lebih mudah menyampaikan informasi melalui lisan. Padahal menulis, khususnya karya ilmiah, adalah aktivitas yang tidak bisa dipisahkan penyandang status kaum akademisi. Aktivitas intelektual adalah proses berpikir, mengamati, berdiskusi antarwarga akademi dan menuliskan hasilnya dalam bentuk laporan penelitian. Namun laporan penelitian itu sendiri hanya berfungsi sebagai mental exercise, laku intelektual, yang akhirnya hanya mengisi rak-rak perpustakaan. Itulah yang disebut sebagai academic action. Lebih lanjut, academic action harus pula diikuti dengan apa yang disebut public action, publikasi atas hasil dari laku intelektual (Wardhana, 1997:v).

Mempublikasikan hasil refleksi atas realitas ke dalam karya tulis bukan sekedar untuk mencari status, julukan ataupun gelar akademis. Sebuah karya tulis disusun dan dipublikasikan lebih sebagai tanggung jawab moral kepada masyarakat. Boleh dikatakan karya tulis ilmiah adalah anak kandung yang lahir dari rahim intelektualitas.

Selain kebiasaan menulis yang masih sangat minim, permasalahan yang dihadapi mahasiswa dan kader PMII adalah keterbatasan media yang memfasilitasi dan sumber informasi yang menunjang studi serta kemampuan praktis di bidang kajian komunikasi. Memang saat ini sudah beredar majalah layaknya Cakram atau B&B yang mengupas tentang pemasaran, periklanan, PR maupun jurnalistik. Akan tetapi isi kedua media tersebut lebih cocok untuk praktisi yang sudah bekerja.

Alasan diataslah  yang mendorong kami untuk memberikan pemberitaan  yang berimbang melalui media cetak. Media ini bernama PENA news. Nama tersebut merupakan kependekan kata dari Pembebasan Nalar. Secara harfiah, istilah PENA memiliki arti alat untuk menulis, melalui pena, orang bisa menuangkan ide dan pikirannya. Oleh karna itu kami menjadikan PENA sebagai nama dari majalah yang akan kami realis.

Dalam lingkungan kita nama bukanlah sekedar sebutan, tapi merupakan symbol. Nama harus memiliki makna yang mencitrakan pemiliknya atau harapan dari pemberi nama. Begitu pula nama PENA news secara simbolis memiliki makna filosofis yang menyimpan harapan atas eksistensi media ini yaitu : Media yang menyediakan ruang kebebasan bagi ekspresi, gagasan dan pemikiran. Sebuah habitus intelektual bagi mahasiswa, khususnya kader PMII dalam berekspresi,  saling bertukar gagasan. Menjalankan fungsi solidarity maker di antara mahasiswa, kader dan alumni PMII. Menumbuhkan semangat dan tekad untuk bersama-sama memajukan PMII. Keteguhan semangat yang kokoh layaknya tangan yang terkepal.

Akhirul kata, tanggapan dan kritikan yang membangun terhadap PENA sangat kami harapkan sebagai bahan perbaikan di edisi-edisi selanjutnya. Kami akan terus mencari format terbaik majalah ini demi terwujudnya kualitas dan eksistensi selanjutnya.

Wallahul’muwafiq Ila Aqwamithariq.
Redaksi


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More