Nampaknya dunia pergerakan hari ini memerlukan strategi yang lain. Selain jalan menuju revolusi yang seakan takkan pernah “mati”, mungkin bagi mereka para kaum tertindas. Adapun yang tertindas secara ideology, ekonomi maupun kebudayaan. Saya tiba-tiba ingat bahwa ketika revolusi Cina (Tiongkok) di sana terdapat satu nama yang tak bisa kita singkirkan dari sekian banyak penganut ideology Marxis, yaitu seorang yang berjuang untuk revolusi tetapi tentunya dengan startegi kebudayaan.
Oleh karena itu, saya akan mencoba menuliskan sedikit tentang Mao Zedong dan startegi kebudayaan tepatnya dari karya puisi Mao Zedong meski tidak keseluruhan tentang biografinya. tetapi semoga ini menjadi inspirasi bagi sahabat-sahabat pergerakan yang hari ini memang masih membutuhkan “revolusi”, pada organisasinya ataupun keadaan hari ini.
Mao Zedong adalah seorang aktivis, politisi, ideolog, panglima perang dan pimpinan besar revolusi yang namanya sangat terkenal di dunia. Memang Mao selain sebagai tokoh yang besar dia juga seorang penyair, seperti halnya saya pernah membaca bahwa Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir atau Tan Malaka, juga banyak menulis puisi pada masa mudanya..
Apakah Mao Zedong menuliskan ajaran atau dokrinnya lewat puisi? Ternyata tidak demikian. Puisi-puisi yang ditulis Mao tak berbeda jauh dengan apa yang ditulis Tu Fu atau Li
Meskipun hampir setiap puisinya Mao banyak menemukan frasa atau metafor tentang daun, bunga, pohon, sungai, pantai, salju, gunung, langit, bulan atau semacamnya, yang ditulis dengan penuh kekhusyukan.
Dengan demikian yang pertama-tama ditulis Mao jelas puisi, bukan slogan atau jargon. Jika kemudian banyak pengamat mengaitkannya dengan realisme sosial atau realisme revolusioner semata karena metafor-metafor yang digunakannya menyediakan makna ganda yang bebas ditafsir menjadi apa saja. Yang pertama-tama ditulis Mao tetaplah karya seni, dan karya seni yang berhasil akan memberi inspirasi atau pengaruh pada hal-hal di luar seni, termasuk politik di dalamnya.
duduk sendiri di kolam bagai harimau bertahta,
semedi di bawah teduh pohon hijau,
musim semi tiba dan tidak duluan aku berkata,
maka binatang mana berani-berani buka suara.
Terlepas karya seorang aktivis, politisi, ideolog, panglima perang dan pimpinan besar revolusi Tiongkok yang bernama Mao Zedong ini selayaknya mendapat apresiasi dari kita semua. Selain akan memperkaya khazanah kesusastraan
Bahwa di tengah carut marut kehidupan sosial dan politik kita, di tengah kebuntuan berpikir yang membuat kita selalu terperosok pada lubang yang sama, di tengah kebingungan kolektif yang membuat kita harus mengulang terus kesalahan yang itu-itu juga, sesungguhnya karya sastra bisa menjadi inspirasi.
Pungkit Wijaya, Ketua LP2J Rayon Fakultas Adab dan Humaniora Kom UIN SDG Cab. Kota Bandung .
0 komentar:
Posting Komentar